LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI UMUM PERILAKU INDUK AYAM MENGERAMI TELUR

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOLOGI UMUM

PERILAKU INDUK AYAM MENGERAMI TELUR

 

Oleh :

Nama   : Kristin Agustina Pratiwi

NIM      : 11303241033

Prodi    : Pendidikan Kimia

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2011

PERILAKU INDUK AYAM MENGERAMI TELUR

A.     TUJUAN

Mengetahui perilaku induk ayam pada saat mengerami telur.

B.     LATAR BELAKANG

Ayam merupakan hewan yang mudah dikembang biakkan. Ayam berkembang biak dengan cara bertelur. Ayam melakukan perkembang biakkan untuk mempertahankan jenisnya. Ayam ada beberapa jenis, antara lain ayam petelur, ayam pedaging, dan ayam buras (bukan ras) atau ayam kampung. Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing lagi.

Nama ilmiah untuk ayam kampung adalah Gallus gallus domesticus. Praktikan memilih ayam kampung sebagai obyek percobaan perilaku dikarena bahan dari percobaan ini mudah didapatkan. Dalam percobaan ini praktikan akan meneliti perilaku ayam kampung pada saat mengerami telurnya. Hal ini dikarenakan ayam berkembang biak dengan bertelur. Bahan percobaan  yang terdiri dari telur ayam dan induk ayam yang terdapat di rumah praktikan. Selain itu pengamatan dengan media ayam kampung lebih mudah dilakukan karena ayam bukan binatang buas, selain itu perilaku ayam pada saat mengerami telur mudah diamati asalkan tidak mengganggu aktivitas pengeraman ayam.

Dalam proses perkembang biakkannya ayam tidak membutuhkan waktu yang cukup lama. Proses pengeraman telur ayam hanya memakan waktu 21 hari. Pengamatan ini pun tidak terpengaruh cuaca yang sekarang ini tidak baik karena memasuki musim penghujan.

C.     LANDASAN TEORI

Perilaku adalah aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita. Ini adalah antropomorfisme (Y: anthropos = manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara antropomorfik.

Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi perilaku terjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang terdapat pada suatu organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat hasil asuhan atau pemeliharaan, hal ini merupakan perdebatan yang terus berlangsung. Dari berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat.

Ayam bukan ras atau ayam hutan biasa disebut buras merupakan jenis unggas yang masih bersifat alami (belum mendapatkan perbaikan secara genetis). Ayam buras merupakan salah satu hewan ternak lokal yang tersebar luas di Indonesia dan umumnya dipelihara oleh petani pedesaaan.

Ayam buras terdiri atas empat spesies ayam hutan yang digolongkan dalam genus Gallus, yakni:

1.    Ayam hutan merah (Gallus gallus lineaus)

2.    Ayam hutan cylon (Gallus lavayetti lesson)

3.    Ayam hutan abu-abu (Gallus soneretti temnick)

4.    Ayam hutan hijau (Gallus varius shaw)

Ayam hutan hijau juga dikenal dengan nama ayam hutan jawa (Gallus furcatur atau Gallus vanicus) yang terdapat di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya. Lalu para penemu dan pemelihara ayam-ayam liar tersebut menjinakkan dan mengembang biakkannya sehingga muncullah ayam-ayam piaraan yang dikenal dengan nama ayam buras (Aminudin, 2006).

Ayam buras disebut juga ayam kampung (Gallus gallus domesticus) karena ayam ini sejak zaman dahulu sampai sekarang umumnya dipelihara oleh orang-orang kampung secara liar atau ekstensif(dibiarkan berkeliaran).

Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan berreproduksi maka suatu jenis hewan akan punah. Oleh karena itu perlu dihasilkan sejumlah besar individu baru yag akan mempertahankan jenis dari suatu hewan. Proses pembentukan individu inilah yang disebut dengan reproduksi.

Reproduksi dapat terjadi secara generatif maupun vegetatif. Reproduksi secara vegetatif tidak melibatkan proses pembentukan gamet. Sedangkan proses reproduksi secara generatif diawali dengan pembentukkan gamet. Di dalam gamet terkandung unit hereditas (faktor yang diturunkan) yang disebut gen. Gen berisi sejumlah besar kode informasi hereditas yang sebenarnya terletak pada DNA.

Pembuahan adalah penyatuan antara sel gamet (sel kelamin) jantan dan betina. Proses pembuahan akan menghasilkan zigot. Proses pembuahan dapat terjadi secara eksternal (di luar tubuh) maupun secara internal (di dalam tubuh). Jika ovum dibuahi di luar tubuh induk, embrio pada umumnya berkembang di luar tubuh induknya juga. Dalam keadaan demikian, embrio memperoleh seluruh makanan yang diperlukan dari cadangan makanan yang telah tersedia di dalam ovum/telur. Namun, kondisi lingkungan di luar tubuh sering kali tidak sesuai dengan kondisi yang diperlukan untuk perkembangan embrio yang maksimal. Untuk itu, induk hewan pada umumnya menyiapkan sarang khusus untuk menyimpan dan mengerami telur mereka. Dengan demikian, tercipta keadaan lingkungan yang mendukung pembentukan individu baru. Di dalam telur yang dierami, embrio berkembang di dalam bungkus telur yang biasanya terdiri dari beberapa lapis. Apabila perkembangan embrio telah selesai, hewan muda akan keluar dari dalam cangkang/bungkus telur melalui proses menetas. (Wiwi Isnaeni, 2006)

Hal tersebut juga terjadi pada ayam. Ayam berkembang biak dengan bertelur dan induk ayam mengerami telurnya selama 21 hari sampai telurnya menetas. Induk ayam hanya dapat menghasilkan 8-10 butir sekali bertelur sehingga induk ayam hanya dapat menetaskan 8-10 telur dalam sekali penetasan. (Sukanto dan Sugeng H. R., 2001)

Selama proses pengeraman, tempat pengeraman telur terbuat dari rumput kering atau jerami kering. Suhu pada saat pengeraman berlangsung kira-kira berkisar antara 43-44^o C. Sedangkan ketika didinginkan sekitar 28-32^o C. Menurut Seno Sastroamidjojo (1971) gelaja ayam ketika akan mengeram adalah ayam tetap berada di dalam sangkar pada siang hari maupun pada malam hari, dada ayam agak gundul dikarenakan bulunya rontok, ayam mengeluarkan suara khas (kluk-kluk-kluk), Menegakkan bulunya bila didekati orang atau apapun juga serta siap mematuk, berat badan ayam berkurang, tahi agak encer, cuping telinga menjadi pucat warnanya, dan gelisah serta berkotek terus menerus.

D.     METODE

1.    Tempat dan Waktu

Tempat           : kandang ayam

Hari, tanggal   : Kamis, 3 November 2011 – 16 November 2011

Waktu             : menyesuaikan

2.    Alat dan Bahan

Alat       : alat tulis dan catatan.

Bahan  :  induk ayam kampung dan telur ayam kampung.

3.    Prosedur

a.    Mengamati objek pengamatan

b.    Membuat tabel pengamatan

c.    Mengidentifikasi perilaku ayam saat mengerami telur

d.    Mencatat hasil pengamatan

e.    Menyimpulkan hasil pengamatan

E.     HASIL DAN PEMBAHASAN

Judul dari praktikum yang dilakukan pada hari Kamis, 3 November 2011 sampai dengan 16 November 2011 ini adalah perilaku ayam mengerami telur. Tujuan dari percobaan perilaku ayam mengerami telur yang dilakukan ini adalah mengetahui perilaku ayam pada saat mengerami telur. Alat  yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat tulis dan catatan. Sedangkan bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah induk ayam kampung dan telur ayam kampung. Langkah kerja yang dilakukan selama percobaan adalah mengamati objek pengamatan, yaitu induk ayam kampung yang sedang mengerami telurnya, kemudian praktikan membuat tabel pengamatan berdasarkan hasil yang telah diamati oleh praktikan. Praktikan kemudian mengidentifikasi perilaku induk ayam kampung pada saat mengerami telur. Praktikan lalu memcatat hasil pengamatan derta menyimpulkan hasil pengamatan.

Tabel Pengamatan :

No.	Hari, tanggal	Perilaku
1.	Kamis, 3 November 2011	Induk ayam mengerami telur dengan menghadap ke arah barat.
2.	Jumat, 4 November 2011	Induk ayam mengerami telur dengan menghadap ke arah timur
3.	Senin, 7 November 2011	Induk ayam mengerami telur dengan tubuh mengembang melingkupi seluruh telurnya.
4.	Kamis, 10 November 2011	Induk ayam mengerami telur dengan menghadap ke arah barat.
5.	Jumat, 11 November 2011	Induk ayam mengerami telur dengan menghadap ke arah barat daya.
6.	Sabtu, 12 November 2011	Induk ayam turun dari tempat pengeraman telur, menjadi agresif.
7.	Minggu, 13 November 2011	Induk ayam turun dari tempat pengeraman, mandi tanah, setelah kembali ke tempat pengeraman `menghadap ke arah timur.
8.	Senin, 14 November 2011	Induk ayam mengerami telur dengan menghadap ke arah timur.
9.	Selasa, 15 November 2011	Induk ayam turun dari tempat pengeraman, agresif, mematuki diri sendiri.
10.	Rabu, 16 November 2011	Induk ayam jongkok di samping telur.

Setiap hewan pasti melakukan perkembang biakkan atau reproduksi untuk meneruskan keturunannya. Pada hewan proses perkembang biakkan ini terdiri atas 3 cara perkembang biakkan, yaitu vivipar (bunting/mengandung anaknya/beranak), ovipar (bertelur), dan ovovivipar (mengembangkan telur di dalam tubuh induknya). Ayam kampung (Gallus gallus domesticus) merupakan salah satu hewan yang berkembang biak dengan cara bertelur. Setelah bertelur, ayam akan mengalami proses pengeraman agar telur berkembang menjadi embrio dan kemudian embrio berkembang menjadi anak ayam ( DOC/ day old chick). Proses pengeraman ayam ini biasanya memakan waktu selama 21 hari. Karena proses pengeraman yang relatif singkat ini maka praktikan memilih proses pengeraman ini sebagai bahan pengamatan.

Untuk menjaga kestabilan suhu pada saat pengeraman ayam selalu bergerak atau bergeser. Hal ini terjadi saat 5-6 hari pertama pengeraman. Hal ini dibuktikan pada saat pengamatan. Pada hari kamis, 3 November 2011 dan kamis, 10 November 2011 induk ayam yang mengerami telur menghadap ke arah barat.  Sedangkan pada hari jumat, 4 November 2011 dan senin, 14 November 2011 induk ayam mengerami telur dengan menghadap ke arah timur. Pada hari jumat, 11 November 2011 induk ayam mengerami telur dengan menghadap ke arah barat daya. Induk ayam melakukan pergeseran posisi tubuhnya ini untuk menyamakan suhu setiap butir telur. Hal ini dimaksudkan agar metabolisme seluruh telur berlangsung dengan baik sehingga seluruh telur dapat menetas menjadi anak ayam.

Tidak sampai 5 jam induk ayam akan bergeser atau bergerak lagi untuk menyamakan suhu telur. Apabila suhu terlalu panas maka telur yang dierami akan dibalik dengan kepala dan leher induk ayam supaya setiap bagian telur memiliki suhu yang sama. Selain itu, proses pembalikan telur ini bertujuan untuk melawan gaya gravitasi sehingga embrio di dalam telur tetap baik. Proses pembalikan telur ini biasanya dilakukan tiga kali dalam sehari. Proses pembalikan telur ini bergantung kepada peningkatan suhu di dalam telur.

Ayam turun dari sarang atau tempat pengeraman untuk mencari makan. Hal ini biasa terjadi pada hari ke-15 atau hari ke-16 ke atas. Ayam turun dari tempat pengeraman juga untuk mendinginkan telur-telur yang sedang mengalami tingkat metabolisme tinggi akibat perkembangan embrio. Tingginya tingkat metabolisme yang dialami oleh telur ini mengakibatkan suhu telur menjadi tinggi sehingga telur menjadi panas. Semakin lama proses pengeraman maka tingkat metabolisme telur akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya suhu akibat dari proses metabolisme telur ini maka menjelang hari-hari akhir pengeraman induk ayam semakin sering turun dari tempat penetasan untuk mendinginkan suhu telur. Karena jika suhu telur terlalu tinggi, embrio yang ada di dalam telur bisa mati. Suhu pada saat pengeraman biasanya berkisar antara antara 43-44^o C. Sedangkan ketika didinginkan suhunya turun dan menjadi sekitar 28-32^o C.

Ayam yang turun dari tempat pengeraman biasanya menjadi agresif. Hal ini dikarenakan induk ayam melindungi diri dari musuh atau predator. Induk ayam menjadi agresif agar tetap dapat mengerami telurnya  hingga telurnya menetas. Ciri-ciri dari induk ayam yang agresif adalah mengembangkan bulunya dan bersiap menyerang musuh yang mengganggu. Di dalam pengamatan praktikan menjumpai bahwa induk ayam ini sempat akan bertarung dengan ayam lainnya pada saat sedang mencari makan ketika turun dari kandang.

Ketika sedang turun dari kandang, ayam biasanya juga melakukan mandi tanah. Setelah mandi tanah, ayam biasanya mencari tempat yang lebih bersih untuk mengibas-ibaskan tanah yang masih menempel di tubuhnya. Namun sayangnya praktikan tidak mendapatkan hasil foto secara langsung karena ketika akan difoto ayam lari dan praktikan hanya mendapatkan foto tempat ayam mandi tanah.

Selain itu praktikan juga mengamati perilaku ayam yang mematuki dirinya sendiri ketika sedang turun dari kandang. Perilaku yang mandi tanah dan mematuki tubuhnya ini mungkin terjadi karena kebersihan kandang yang kurang sehingga banyak serangga kecil (gurem) yang terdapat di dalam kandang yang membuat induk ayam merasa gatal dan tidak nyaman.

Pada hari terakhir pengamatan, induk ayam duduk/berjongkok di dekat telur ayam.

Hal ini terjadi karena pada hari rabu, 16 November 2011 sudah memasuki hari-hari akhir dari masa pengeraman telur. Sehingga telur yang dierami oleh induk ayam sudah siap untuk menetas.

F.     KESIMPULAN

Perilaku ayam pada saat mengerami telurnya adalah ayam selalu bergerak/bergeser di dalam kandang selama 5-6 hari awal masa pengeraman dan ayam turun dari kandang hari ke-15 atau ke-16 selama masa pengeraman. Pada saat turun dari kandang ini ayam mencari makan, mandi tanah, mematuki tubuhnya sendiri, dan bersikap agresif. Pada hari-hari akhir masa pengeraman ayam duduk di dekat telur, hal ini terjadi karenakan telur akan menetas.

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2006. Beternak Aneka Hewan Ternak. Jakarta: Karya Mandiri Pratama.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Rredaksi Agromedia. 2005. Beternak Ayam Kampung. Jakarta: Agro Media.

Sastroamidjojo, Seno. 1971. Beternak Ilmu Ayam. Bandung: Massa Baru.

Sukanto dan Sugeng H. R. 2001. Mari Beternak Ayam. Semarang: Aneka Ilmu.